LAPORAN PRAKTIKUM
STRUKTUR DAN
PERKEMBANGAN TUMBUHAN II
PRCOBAAN
III
PERKEMBANGAN
KECAMBAH DALAM GELAP DAN TERANG
NAMA : ERVIANI LESTARI
NIM : H41109271
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : ANDI DARMAWANSYAH
LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar belakang
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun
pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi
dan memulai proses perkecambahannya. Skarifikasi
digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan
untuk mengatasi dormansi embrio (Anonim, 2009).
Perkembangan
memerlukan suhu yang cocok, banyaknya ir yang memadai, dan persediaan oksigen
yang cukup. Periode dormansi juga merupakan persyaratan bagi perkecambahan
banyak biji sebagai contoh, biji buah apel hanya dapat berkecambah setelah masa
dingin yang lama. Ada bukti bahwa perkecambahan kimia terbentuk di dalam
bijinya ketika terbentuk. Pencegahan ini lambat laun akan dipecah pada suhu
rendah sampai tidak lagi memadai untuk menghalangi perkecambahan ketika kondisi
lainnya membaik (Latunra, 2011). Perkecambahan
diawali dengan penyerapan air dari lingkungan air dari lingkungan sekitar biji,
baik tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah
membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi. Biji menyerap air dari
lingkungan sekelilingnya, baik dari tanah maupun dari udara (dalam bentuk uap
air ataupun embun). Efek yang terjadi membesarnya ukuran biji karena sel-sel
embrio membesar dan biji yang melunak (Latunra, 2011).
Untuk mengetahui pengaruh cahaya secara langsung atau
tidak langsung terhadap perkecambahan, maka dilakukan percobaan ini.
I.2.
Tujuan
Tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh cahaya terhadap
perkembangan perkecambahan kacang hijau Phaseolus
radiatus dalam gelap dan terang.
I.3
Waktu dan Tempat
Percobaan ini
dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 26
April 2011, pada pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Pengamatan dilakukan selama satu minggu di Laboratorium
Botani.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi pada biji
dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis, cahaya, temperatur, dan bahan kimia.
Proses perkecambahan dalam biji dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu proses
perkecambahan fisiologis dan proses perkecambahan morfologis. Sedangkan
dormansi yang terjadi pada tunas-tunas lateral merupakan pengaruh korelatif
dimana ujung batang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian
tumbuhan lainnya yang dikenal dengan dominansi apikal. Derajat dominansi apikal
ditentukan oleh umur fisiologis tumbuhan tersebut (Anonim, 2009).
Perkecambahan biji
adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang
masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat
salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses
perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir
adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar
ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut
diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji
maupun daging buah (Elisa, 2006).
Biji-bijian dari banyak
spesies tidak akan berkecambah pada keadaan gelap, biji-biji itu memerlukan
rangsangan cahaya. Karena itu kelihatannya perkecambahan yang dikendalikan
cahaya merupakan satu adaptasi tanaman yang tidak toleran terhadap penaungan.
Cahaya sendiri memiliki suatu intensitas, kerapatan pengaliran atau intensitas
menunjukkan pengaruh primernya terhadap fotosintesis dan pengaruh sekundernya
pada morfogenetika pada intensitas rendah, tetapi sebagian memerlukan energi
yang lebih besar (Anonim, 2009).
Untuk tanaman yang
diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu
tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal
ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari.
sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat
pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan
ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar
kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar
matahari. Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka
pertumbuhannya akan lambat karena jika auksin dihambat oleh matahari tetapi
sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat
cepat karena kerja auksin tidak dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan
ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang
disebut dengan fototropisme. (Anonim, 2008).
Istilah auksin berasal
dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini pertama
kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri belanda
pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan
mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kerah cahaya. Fenomena
pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak
ditemukan Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui
pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi
yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin yang ditemukan
Went, kini diketahui sebagai Asam Indole Asetat (IAA) dan beberapa ahli
fisiologi masih menyamakannya dengan auksin. Namun tumbuhan mengandung 3
senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon
yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai auksin.
Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat
(PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1992).
Banyak faktor yang
mepengaruhi pertumbuhan di antaranya adalah faktor genetik untuk internal dan
faktor eksternal terdiri dari cahaya, kelembapan, suhu, air, dan hormon. Untuk
proses perkecambahan banyak di pengaruhi oleh faktor cahaya dan hormon,
walaupun faktor yang lain ikut mempengaruhi. Menurut leteratur perkecambahan di
pengaruhi oleh hormon auxin , jika melakukan perkecambahan di tempat yang gelap
maka akan tumbuh lebih cepat namun bengkok, hal itu disebabkan karena hormon
auxin sangat peka terhadap cahaya, jika pertumbuhannya kurang merata. Sedangkan
di tempat yang perkecambahan akan terjadi relatif lebih lama, hal itu juga di
sebabkan pengaruh hormon auxin yang aktif secara merata ketika terkena cahaya.
Sehingga di hasilkan tumbuhan yang normal atau lurus menjulur ke atas (Soerga,
2009).
Para ahli fisiologi telah meneliti pengaruh auksin dalam
proses pembentukan akar lazim, yang membantu mengimbangkan pertumbuhan sistem
akar dan system tajuk. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa auksin dari
batang sangat berpengaruh pada awal pertumbuhan akar. Bila daun muda dan
kuncup, yang mengandung banyak auksin, dipangkas maka jumlah pembentukan akar
sampling akan berkurang. Bila hilangnya organ tersebut diganti dengan auksin,
maka kemampan membentuk akar sering terjadi kembali (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak
spesies berkayu, misalnya tanaman apel Pyrus malus, telah membentuk
primordia akar liar terlebih dahulu pada batangnya yang tetap tersembunyi
selama beberapa waktu lamanya, dan akan tumbuh apabila dipacu dengan auksin.
Primordia ini sering terdapat di nodus atau bagian bawah cabang diantara nodus.
Pada daerah tersebut, pada batang apel, masing-masing mengandung sampai 100
primordia akar. Bahkan, batang tanpa primordia sebelumnya kan mampu
menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Salisbury dan
Ross, 1995).
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu
dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan
fotoperiodisitas (panjang hari) (Elisa, 2006).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan
perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya
dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam
durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively
photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya). Biji positively
photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka
waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini
disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively
photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini
dapat dipatahkan dengan temperatur rendah (Elisa, 2006).
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah
dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm)
menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually
antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka
efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali
diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible
(dapat berada dalam 2 kondisi alternatif) (Elisa, 2006):
Photoperiodisitas
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh
temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi
juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin
(Elisa, 2006).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat
yang digunakan pada percobaan ini adalah nampan.
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan
ini adalah air, biji kacang hijau Phaseolus
radiatus, dan kertas koran.
III.3 Cara Kerja
1. Merendam
kacang hijau dalam air selama beberapa menit.
2. Memilih
kacang hijau yang tidak mengapung di air yang menandakan kualitasnya baik dan
cocok.
3. Menyiapkan
dua buah nampan yang telah berisi kertas Koran basah di dasarnya.
4. Menaruh
kacang hijau pada masing-masing toples secukupnya.
5. Menempatkan
satu buah toples pada tempat yang terang dan satu buah toples pada tempat yang
gelap.
6. Melakukan
pengamatan selama seminggu untuk melihat perkembangan tanaman dan mencatat
hasilnya.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
Tabel
Hasil Pengamatan
Tumbuhan
|
Dalam Gelap
|
Dalam Terang
|
||
Daun (cm)
|
Tinggi (cm)
|
Daun (cm)
|
Tinggi (cm)
|
|
I
|
1,5
|
12,5
|
3
|
22,5
|
II
|
2
|
10,5
|
4
|
20
|
III
|
-
|
-
|
3,5
|
19
|
IV
|
-
|
-
|
3
|
18
|
V
|
-
|
-
|
2,5
|
22,5
|
VI
|
-
|
-
|
3
|
20
|
VII
|
-
|
-
|
3,5
|
19
|
VIII
|
-
|
-
|
2
|
12
|
IX
|
-
|
-
|
2,5
|
13
|
IV.2
Pembahasan
Dari hasil percobaan
yang dilakukan dan setelah melakukan pengamatan selama seminggu, tanaman Phaseolus radiatus (kacang hijau) yang
diletakkan pada tempat terang, hanya 9 yang dapat tumbuh dari 15 biji kacang
hijau. Dimana ke-15 kacang hijau tersebut dikecambahkan pada namapan yang
berisi koran basah sebagai media pertumbuhan. Setelah 1 minggu dilakukanlah
pengukuran dengan hasil tumbuhan I memiliki panjang daun 3 cm dengan tinggi
tanaman 22,5 cm, tumbuhan II memiliki panjang daun 4 cm dan. tingginya 20 cm,
tumbuhan III panjang daunnya 3,5 cm dan tingginya 19 cm, tumbuhan IV memiliki
panjang daun 3 cm dengan tinggi tanaman 18 cm, tumbuhan V memiliki panjang daun
2,5 cm dengan tinggi tanaman 22,5 cm, tumbuhan VI panjang daunnya 3 cm dengan
tinggi 20 cm, tumbuhan VII memiliki panjang daun 3,5 cm dan tinggi 19 cm,
tumbuhan VIII memiliki panjang daun 2 cm dan tinggi 12 cm serta IX panjang
daunnya 2,5 cm dan tingginya 13 cm.
Perbedaan tinggi pada
tanaman tersebut disebabkan oleh kuantitas cahaya yang didapatkan. Cahaya merupakan faktor utama sebagai energi dalam fotosintesis, untuk
menghasilkan energi. Dalam keadaan
banyak cahaya, auksin mengalami kerusakan sehingga pertumbuhan kecambah
terhambat. Laju tumbuh pada tumbuhan tersebut segera berkurang sehingga batang lebih pendek, namun
tumbuh lebih kokoh, daun berkembang sempurna, dan berwarna hijau.
Untuk pengamatan kacang hijau pada perlakuan gelap, dari
15 kecambah yang telah ditanam selama 1 minggu hanya 2 kacang hijau yang dapat
tumbuh dimana pada tumbuhan I memiliki panjang daun 1,5 cm dan tingginya 12,5
cm serta tumbuhan II memiliki panjang daun 2 cm dengan tinggi tanaman 10,5 cm.
Hasil percobaan ini,
menunjukkan hal yang berbanding terbalik antara tanaman yang diletakkan pada
tempat gelap dan tanaman yang diletakkan ditempat terang. Dimana pada tempat
gelap tanaman kacang hijau tidak tumbuh pesat dibandingkan tanaman kacang hijau
ditempat terang. Hal ini dikarenakan pada kacang hijau yang ditanam ditempat
gelap media pertumbuhannya (koran) telah mengering atau tidak basah lagi
sehingga pertumbuhan kacang hijau menjadi terhambat akibat kurangnya air yang diperoleh dalam
pertumbuhannya, sehingga tanaman kacang hijau juga banyak yang mati Dan hal ini
terjadi pada percobaan ini, namun berbeda dengan teori yang menunjukkan bahwa
tumbuhan ditempat gelap seharusnya pertumbuhannya lebih cepat karena pengaruh
hormonn auksin. Tetapi pada percobaan ini tumbuhan ditempat gelap mengalami
pertumbuhan yang lambat, dibandingkan
dengan tumbuhan ditempat terang, hal ini disebabkan tumbuhan ditempat gelap
mengalami kekurangan air sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat. Berbanding
terbalik dengan teori yang mengatakan bahwa tumbuhan yang ditempatkan pada tempat gelap akan
memiliki warna daun yang hijau muda atau berwarna pucat serta batangnya
lembek/tidak kokoh berbeda dengan tumbuhan yang mendapatkan cahaya matahari
langsung daunnya berwarna hijau tua karena banyak mengandung klorofil dan
batangnya kuat/kokoh.
BAB
V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh, maka
dapat disimpulkan bahwa cahaya matahari sangat mempengaruhi terhadap
pertumbuhan suatu kecambah dimana tanaman yang di tempatkan pada tempat terang
akan memiliki batang yang kokoh serta warna daun yang hijau tua. Berbeda dengan
tanaman yang ditempatkan pada ruang yang gelap, tanamannya memiliki batangnya
tidak kokoh serta warna daun hijau muda/pucat.
V.2 Saran
Sebaiknya
percobaan yang dilakukan harus lebih sungguh-sungguh agar hasil yang diperoleh
juga dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Auksin.
www.wikipedia.org, diakses pada tanggal 26 April 2011 pukul
20:41.
Anonim, 2009. Dormansi
Benih dan Pemecahannya. http://pustaka.ut.ac.id//,
diakses pada tanggal 26 April 2011 pukul 20:55.
Dwidjoseputro, D., 1992. Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Elisa, 2006. Dormansi dan
Perkecambahan Biji. http://elisa.ugm.ac.id/,
diakses pada tanggal 26 April 2011 pukul 21:05.
Latunra,
A.I., 2011. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan II. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Salisbury, F.B. dan Ross,
C.W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press. Bandung.
Soerga, N., 2009. Pola
Pertumbuhan Tanaman. http://soearga.wordpress.com,
diakses pada tanggal 26 April 2011 pukul
21:05.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar